Halaman

Kamis, 15 Maret 2018

Student Exchange : Absurd Moment PART 5

Ada Boyband di Kelas

Jumat, 6 Januari 2017
Waktu demi waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa sudah satu semester kami bolak-balik kampus T - kampus A untuk mengenyam pendidikan dan mempertaruhkan masa depan. Begitu banyak kejadian yang kami alami dari yang awkward, nista, sampai yang absurd. Dan puncaknya terjadi pada waktu UAS.

Pagi itu merupakan hari terakhir kami menapakkan kaki di Kampus A. Sekitar pukul 05.15, saya berangkat dari rumah saya menuju kost Mei. Kami janjian beserta yang lain di depan RSUD. Setelah semuanya sampai, kami berangkat beriringan, disaksikan dengan awan mendung.
Kami sampai 5 menit sebelum ujian dimulai. Nama kami sudah terpampang di daftar urut tempat duduk, berbaur dengan mahasiswa asli sana. Kami membuka pintu dan mendapati yang lainnya sudah duduk di kursi masing-masing. Saya duduk di bangku deretan belakang bersama Dial. Tepat di depan saya, Niel tengah mengobrol asyik dengan teman sederetnya yang berparas ayu nan bertubuh mungil, Tessa.
Bel berbunyi pertanda UAS akan segera dimulai. Pintu dibuka oleh seorang pria berperawakan gagah dan berbadan kekar disusul dengan tiga lainnya. Mereka memandang kami dengan tatapan ingin menyembelih. Mungkin mereka mengira kami kambing -_- Lalu, mereka membagikan soal beserta lembar jawabannya.
“Mereka itu pengawas ujian atau bodyguard?” bisik Dial ke arahku.
“Boyband kali, bro.” timpalku disertai tawa Dial.
Salah seorang dari mereka berjalan ke arah saya dan Dial. Ia berdiri tepat di belakang kami, sementara tiga lainnya berdiri di depan, samping kanan, dan samping kiri. ‘Ini UAS atau UN SMA? Untung pada cakep-cakep.’ saya membatin. Saya pun mulai mengerjakan soal UAS.
Selesainya, kami ditunggu oleh wakil dekan fakultas kami di Kampus T di lantai 1. Rencananya, kami ingin pamit pada pihak Kampus A yang sudah mengizinkan kami untuk mengikuti program exchange. Dekan fakultas di Kampus A mempersilakan masuk dan menyampaikan pesan dan kesan selama kami kuliah disana. Pihak kami menyerahkan cinderamata kepada dekan kampus A sebagai penghormatan dan juga kenang-kenangan dari kami. Setelahnya, kami foto bersama beserta salah satu senior yang mengenakan selempang bertuliskan King Fakultas.
Saya kira, pertemuan kami berakhir setelah selfie. Tapi ternyata, si King Fakultas malah ingin melanjutkan obrolan lain. Bosan, kami pun izin untuk pulang terlebih dahulu karena ada rencana lain. Dekan pun mengizinkan dan inilah waktunya kami berfoya-foya, dengan uang hasil dari student exchange pastinya.
Karena lahir dan besar di kota yang sama dengan Kampus A, Dial mengajak kami untuk makan bareng karena kami belum sarapan sama sekali. Ia pun memilih restoran sederhana di daerah perempatan sekitar kampus A. Kami memilih duduk di bangku pojok. Kami melihat daftar menu yang terpampang di atas meja yang membuat mata kami melotot.
“Nasi goreng 40 ribu?” mulut Reya menganga, shock.
“Mending beli paketan, guys.” timpal Mei.
“Porsinya buat orang banyak mungkin.” Thea menenangkan.
Dial berdesis mengingatkan kami untuk tidak ramai. Sementara pengunjung lain disana menatap kami keheranan. Kami mengecilkan volume suara kami.
“Koloke aja. Enak kok.” bujuk Niel disertai anggukan setuju dari saya, baru tau jika kami sama-sama menyukai masakan China.
“Nasgor aja. Selera lokal nih.” Ena pun langsung memesan kepada pelayan restoran, beserta minuman bersoda sebagai penghilang dahaga.
Setelah puas, kami beranjak ke salah satu mall disana, sebut saja D Mall. Saya dan Mei sempat kehilangan jejak yang lain saat di perjalanan. Saya menelepon Ena dan menanyakan lokasi keberadaan mereka, yang ternyata sudah sampai di parkiran D Mall. Ena memberi petunjuk dan kami pun mengikutinya. Tiba-tiba sambungan telepon berhenti. Shit! pulsa saya habis dan saya belum sempat beli paketan. Kami berhenti di depan sebuah mall yang di halamannya terpampang tulisan S Plaza.
“Oalah, ini sudah sampai. Itu parkirannya.” ujarku.
“Muatamu ya! Ini S Plaza, bukan D Mall.” Mei membentakku, sewot.
“S Plaza itu sama dengan D Mall.” Geram, aku pun balas bentak padanya. Yang orang asli situ, pasti tau sejarah kenapa S Plaza sering disebut D Mall.
Terlihat Ena dkk tengah melambaikan tangannya. Mei menjilat ludahnya sendiri, dan kami pun memarkir kendaraan. Kami melakukan photobox disana sebagai kenang-kenangan.
Sudah banyak rintangan demi rintangan yang telah kami lalui untuk menapaki kampus orang. Berbagai tatapan dan asumsi mahasiswa maupun dosen asli sana terhadap kami telah kami cerna, sebagai cerminan diri untuk merubah diri menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Dan absurd moment ini akan saya kenang kala penat menghampiri. Terimakasih untuk kalian yang telah mengisi pengalaman berharga ini ^_^
-the end-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar